Aranes dan Telur Naga

Aranes dan Telur Naga

Rambut panjang yang sudah memutih itu menutupi punggung bungkuknya. Ia sedang duduk di atas kayu jati yang tampaknya sudah cukup tua. Tongkat kayu coklat kehitaman yang terbuat dari Oak tergeletak di samping kiri tempat duduknya. Ia tampak asyik melihat koleksi buku-bukunya.

“Siapa dia?” batin Aranes. Ia duduk di lantai kayu di bawah, membelakangi orang tadi.

“Selamat malam,” sapa Aranes, dengan sedikit takut. Dari belakang, orang tua ini kelihatan tak ramah.

“Ada apa Aranes?” orang itu membalas sapaannya. Aranes terkejut.

“Darimana ia tahu namaku?” batinnya.

“Mmm, begini… Saya datang kesini, ingin…”

“Aku sudah tahu,” suara renta itu berat, seakan menyambar Aranes.

Aranes lagi-lagi terkejut. Bagaimana kakek tua ini tahu pikirannya.

“Namun, sebelumnya ijinkan aku menceritakan hal ini,” lanjut kakek itu.

*****

Donna sibuk memakan rumput hijau yang melimpah di kebun ini. Lama ia tak melihat gadis kecil yang ia temui lalu. Kemana gerangan gadis mungil itu? Sakitkah? Selesaikah ia mengunjungi arena bermain ini? Batinnya terus bertanya-tanya sambil tetap asyik mengunyah rumput lezat dihadapannya (Sebagai rujukan, tolong dibaca cerita sebelumnya mengenai Donna, seekor kelinci ‘ajaib’ di tautan ini).

Ia ingat, beberapa hari lalu ia bertemu dengan seorang pemuda berambut hitam keabuan, bertelinga sedikit runcing. Pemuda itu menghampiri ketika ia sedang duduk menghadapi rak buku-buku yang merupakan sumber pengetahuannya selama ini. Pemuda itu tampak lelah namun matanya tetap penuh nyala semangat.

Aranes, demikian namanya, duduk bersila di balik punggungnya. Ia agak sedikit gemetar. Tangannya meremas-remas ujung baju perang yang terbuat dari kulit bison tebal.

Janggut kakek melambai sebentar karena tiupan angin. Musim gugur kali ini terasa lebih dingin dari sebelumnya, namun perapian hangat selalu melakukan tugasnya dengan baik.

*****

“Aranes, ada dua buah telur naga yang berwarna kebiruan dihadapanmu. Telur-telur ini merupakan jenis naga dari pegunungan berapi Naria yang penuh bebatuan panas. Jika engkau disuruh memilih, telur manakah yang paling baik?” tanya sang kakek.

Aranes diam. Ia merasa tidak tahu banyak tentang naga atau telurnya.

“Ayo, gunakan akal yang paling baik,” suara kakek tua itu menyentak hening Aranes.

“Aku tidak tahu, benar-benar tidak tahu,” sahut Aranes, kebingungan.

“Jawablah. Aku tahu engkau bisa,” kakek itu membalas kebingungan Aranes.

Aranes kemudian ingat. Dulu, ibunya sering memberitahu cara mengetahui telur yang baik dan tidak. Ia bisa mengangkat dan merasakan telur yang ringan dan berat. Jika ringan, itu tandanya telur tersebut tidak baik; tentu saja tidak akan mungkin menetas.

Ia kemudian berkata, “Bolehkah aku mengangkat telur-telur ini?”

“Tentu saja,” sahut sang kakek.

Aranes kemudian mengangkat telur-telur naga itu. Ia rasakan yang mana yang lebih ringan. Setelah beberapa lama, ia merasa kedua telur itu tidak ada yang lebih ringan daripada yang lain.

“Bagaimana, sudahkah engkau tahu jawabannya?” tanya kakek itu.

“Belum,” sahut Aranes.

Aranes kebingungan kembali. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba, ia ingat cara lain untuk mengetahui telur yang baik.

“Bolehkah aku merendamnya di wadah berisi air?”

“Tentu saja boleh,” kakek itu menjawab,  sedikit tersenyum.

Aranes kemudian langsung mencari wadah dan mengisinya dengan air. Ia mengambil satu telur dan mencelupnya di wadah berisi air tersebut. Telur tersebut tidak mengambang. Ia lalu mengambil telur kedua dan mencelupnya di wadah tadi. Telur kedua ini juga tidak mengambang. Artinya, kedua telur itu baik. Aranes tampak bingung lagi.

Ia kemudian ingat beberapa fragmen mengenai naga yang ia pernah baca atau tonton.

Ia pernah membaca cerita Eragon dimana Saphira, naga kebiruan yang perkasa yang menjadi tunggangan Eragon di medan perang. Ia adalah naga yang lahir dari telur – pada awalnya hanya dikira batu besar berwarna biru -yang ditemukan secara tidak sengaja oleh Eragon. Pertemanan keduanya mengalami pasang surut namun menjadi bumbu penguat persahabatan mereka.

Aranes juga pernah melihat naga, paling tidak bagaimana ia dipersepsikan, di beberapa film. Di film Lord of the Rings, naga ini ditunggangi oleh para Nazgul – dulunya sembilan raja penerima cincin simbol kekuatan, namun kemudian dibutakan oleh ketamakan akan kekuasaan itu sendiri. Witch-king of Angmar juga menunggangi salah satu naga yang menyerang raja Theodon ketika perang. Naga dan penunggangnya kemudian bisa dibunuh oleh Eowyn, keponakan raja Theodon dengan bantuan Merry, teman Frodo, Sam dan Pippin, seorang Hobbit. Naga ini juga terus menerus mencari Frodo yang bersama Sam sedang berjuang menuju gunung api Mordor.

Ada juga fragmen mengenai naga yang berkelebat di benak Aranes. Naga bijak penuntun jalan Merlin dalam usahanya membantu Arthur muda menjadi raja dalam serial Merlin. Naga itu bersuara tidak berat dan selalu ingin Merlin berjanji melepaskannya setelah memberi petunjuk. Naga dipercaya telah hidup ribuan tahun sehingga bisa memberi gambaran akan situasi tertentu yang manusia belum pernah temui sebelumnya.

Ia juga ingat akan sebuah fragmen tentang naga Ukrainian Ironbelly yang berkulit pucat, mungkin karena tidak pernah terkena sinar matahari, dari cerita Harry Potter and the Deathly Hallows yang diikat di kedalaman bank Gringotts untuk mencegah penyusupan. Naga tersebut kemudian malah menjadi jalan keluar Harry Potter dan teman-temannya dari penjagaan super ketat bank di dunia sihir tersebut.

Yang paling berhubungan dengan situasinya saat ini adalah fragmen tentang naga jenis Hungarian Horntail yang harus dilawan oleh Harry Potter dalam film Harry Potter and the Goblet of Fire. Ketika itu, Harry Potter harus berjuang keras menghadapi naga ganas tersebut dalam usahanya merebut telurnya karena telur tersebut adalah kunci ke pertandingan selanjutnya.

Semua fragmen itu berdatangan satu-persatu dalam benaknya. Satu fragmen terakhir tadi seaakan menuntunnya pada sebuah jawaban. Ia tahu, ia harus memutuskan, menjawab pertanyaan kakek tua ini.

“Baiklah,” kata Aranes, “Aku memilih telur ini.”

Ia menunjuk telur di sebelah kanannya. Kalau diteliti, tidak ada ciri yang cukup signifikan berbeda dari telur yang satu lagi.

“Mengapa telur ini?” tanya sang kakek.

“Oh, aku hanya memilih secara acak. Aku pilih telur di sebelah kananku ini karena aku yakin ia lebih baik dari yang satunya lagi,” lanjutnya.

“Hmmm, menarik sekali. Apa alasanmu?” tanya kakek itu, untuk kali kedua.

“Aku tahu jika aku memilihnya, aku akan bertanggung jawab terhadapnya dan memberikan yang terbaik untuk pilihan itu. Pilihan itu akan selalu ada, kadang tidak ada yang baik atau yang buruk. Namun ketika kita sudah memilih, itu berarti kita sudah memberanikan diri menjatuhkan pilihan pada suatu hal termasuk menghadapi resikonya. Yakinlah dan jalani yang terbaik. Rawatlah pilihan itu,” tutur Aranes panjang lebar.

“Menarik, menarik sekali anak muda!” mata kakek itu sedikit bersinar.

“Nah, karena engkau sudah memilih telur di sebelah kananmu, engkau boleh membawa dan merawatnya, dengan penuh hati-hati dan tanggung jawab, seperti yang engkau katakan sebelumnya,” kata kakek itu.

Seperti penggalan kisah di fragmen terakhir diatas tadi. Harry Potter mengambil sendiri pilihannya – melalui undian, kebetulan itu pilihan terakhir – dan melakukan tugasnya untuk mengambil telur naga terganas itu, dengan baik.

“Jika telur yang kau pilih ini kelak bisa memberimu jawaban atas hidupmu, kembalilah padaku. Saat itu, aku akan memberi pilihan lagi,” kata kakek itu kembali.

Sumber gambar

One thought on “Aranes dan Telur Naga

Leave a comment